Pria kelahiran Bekasi, 7 Maret 1976 ini merupakan alumni perdana (ALDACIPTA) TMI Darunnajah Cipining tahun 1994. Selesai kursus pendalaman Bahasa Inggris di Pare, Kediri, ia langsung melanjutkan study di Al-Azhar University Cairo, Mesir. Di tengah perjalanan belajarnya, putra pasangan bapak Mardjais dan ibu Hermin Rantani ini, sempat mendapatkan kendala ekonomi, keluarga tidak bisa lagi mengirimkan uang pasca krisis moneterpertama. Namun dengan tekad membaja, pemuda yang suka berorganisasi ini, tetap melanjutkan study dan memenuhi segala kebutuhan sendiri. Caranya, ia menerima ajakan salah satu teman aktifis untuk menjadi Takmir Masjid Indonesia Cairo. Tugas utamanya untuk merintis dan menyusun berbagai kegiatan jamaah mulai dari TK sampai orang tuanya.
Tidak mudah memang, tapi berkat ketekunan, semangat, keinginan membahagiakan orang tua, apalagi saat ia ingat kembali dan sadar bahwa sebenarnya fase ini sarat dengan nilai ibadah, meskipun tidak terbilang lancar, alhamdulilah, akhirnya study syariah di Universitas Islam tertua tersebut dapat ia tamatkan. Salah-satu kesukaannya bergaul (baca: bersilaturrahmi) dengan orang tempatan, terlebih non-Mesir, membuatnya punya banyak saudara. Salah satu diantaraya adalah pengusaha dari Timur-Tengah. Pengusaha tersebut sangat mengharapkan dirinya untuk mempersunting mahasiswi dari Jepang yang juga menjadi muridnya dalam privat Bahasa Arab.
Gadis negeri Oshin tersebut bernama Machiko Sugimoto. Ia merupakan guru Bahasa Inggris di Kashima Junior High School, Nanao. Alhamdulillah, dengan kehendak Allah kini ia menjadi seorang muallafah, setelah selama kurang lebih satu setengah tahun sebelumnya mereka berdialog intens seputar “Islam, What & Why”. Satu tahun kemudian, setelah mendapat restu dari kedua belah pihak keluarga serta dukungan dari banyak sahabat termasuk dorongan kuat dari pengusaha tadi, merekapun meresmikan pernikahan di Jepang tepatnya pada 25 Oktober 2008.
Bersamaan dengan itu, pengusaha Milyader tersebut langsung memintanya untuk memikirkan salah satu proyek keinginan beliau yaitu Minority Mosque Project atau proyek pembangunan Masjid-masjid plus Imam di Negara-Negara dimana Muslim sebagai Minoritas seperti Hong Kong , Jepang, Brasil dan lainya. Setelah Term of Reference disusun, akhirnya bisnisman nan dermawan itu menyetujui. Dan mereka sepakat untuk memusatkan dan memulai proyek ini dari Jepang. Berkat kerjasama dan dukungan dari paguyuban Muslim setempat (Ishikawa Moslems Society), alhamdulilah saat ini proyek tersebut sampai pada finalisasi tahap awal (Positioning, Legal Aspect & Budgeting).
Aktifitas lain yang sedang ditekuni adalah merintis sebuah Islamic Information Center of Kanazawa, Japan (IICK). Alumni pada masa santrinya aktif di galeri art ini, juga sedang memperdalam Bahasa Jepang di Japanese Private Lesson di Nanao Center, Ishikawa.
Dalam pandangan Toing, sapaan akrab Tohir, -red, di Negeri Matahari Terbit itu, grafik peningkatan angka muallaf tidak setinggi di Eropa, Hal ini dikarenakan kesibukan mereka yang tinggi membuat mereka tidak punya cukup waktu untuk sekedar merenung, kontemplasi dan semacamnya. Oleh karenanya, moment yang efektif untuk transferkan pesan-pesan dakwah ialah pada saat pertemuan-pertemuan hari libur (weekend party, BBQ dll). Namun demikian, secara umum pemahaman mereka tentang Islam sudah mulai tepat jauh dibanding sebelumnya.
Di tengah-tengah kesibukan belajar dan berda’wah di negeri Ninja tersebut, ia sangat merindukan nasehat dan do’a dari pimpinan pesantren, asatidz dan ahlu ma’had. Untuk para santri Darunnajah Cipining, alumni yang kini berdomisili di 6-4 Hondatsushimizu-cho, Hakui-gun, Ishikawa, Japan ini, berbagi dua dari sekian banyak mutiara (baca: nasehat hidup) untuk selalu dicamkan:
“Al-akhlaaqu qoblal `ilmi”, tunjukkan akhlak mulia kalian terlebih dahulu sebelum kalian tunjukkan keilmuanmu. Dan “Al-lughotu taajul ma`had”.
Minggu, 25 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar