Halaman

Minggu, 25 September 2011

Jangan Pelihara Duri

Ar-Rumi pernah bercerita tentang seorang penduduk Konya yang punya kebiasaan aneh; ia suka menanam duri di tepi jalan. Ia menanami duri itu setiap hari, sehingga tanaman berduri itu tumbuh besar. Mula-mula orang tidak merasa terganggu dengan duri itu. Mereka mulai protes ketika duri itu mulai bercabang dan menyempitkan jalan orang yang melewatinya. Hampir setiap orang pernah tertusuk durinya. Yang menarik, bukan orang lain saja yang terkena tusukan itu, si penanamnya pun berulang kali tertusuk duri dari tanaman yang ia pelihara.

Petugas kota Konya lalu datang dan meminta agar orang itu menyingkirkan tanaman berduri itu dari jalan. Orang itu enggan untuk menebangnya. Tapi akhirnya setelah perdebatan yang panjang, orang itu berjanji untuk menyingkirkannya keesokan harinya. Ternyata di hari berikutnya, ia menangguhkan pekerjaannya itu. Demikian pula hari berikutnya, janjinya tidak pernah ia tunaikan. Hal itu terus menerus terjadi, sehingga akhirnya, orang itu sudah amat tua dan tanaman berduri itu kini telah menjadi pohon yang amat kokoh. Orang itu menjadi lemah, sakit-sakitan, dan tak sanggup lagi untuk mencabut pohon berduri yang ia tanam.

Di akhir ceritanya, Rumi berkata, "Kalian, hai hamba-hamba yang malang, adalah penanam-penanam duri. Tanaman berduri itu adalah kebiasaan-kebiasaan buruk kalian, perilaku yang tercela yang selalu kalian pelihara dan sirami. Karena perilaku buruk itu, sudah banyak orang yang menjadi korban. Dan korban yang paling menderita adalah kalian sendiri. Karena itu, jangan tangguhkan untuk memotong duri-duri itu. Karena jika perilaku itu mengakar dan kokoh, akan sulit untuk dicabut. Ambillah sekarang kapak "Kesungguhan" dan tebanglah duri-duri itu supaya orang bisa melanjutkan perjalanannya tanpa terganggu oleh kamu."

oOo
Sesuatu yang paling berat dalam timbangan seorang mukmin di hari kiamat adalah akhlaq yang baik (HR Abu Daud (4799), HR Ahmad (6/446-448)
»»  Baca selengkapnya...

Batu Kecil

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tower yang sangat
tinggi. Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya.

Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.

Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya. Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang kedua pun memperoleh hasil yang sama.

Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu itu tepat mengenai kepala temannya, dan karena merasa
sakit, temannya menengadah ke atas?

Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesan dan
perintahnya.

Renungan :
Allah SWT kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya.
Seringkali Allah SWT melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya.

Karena itu, agar kita selalu mengingat kepadaNya, Allah SWT sering
menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.
»»  Baca selengkapnya...

Cinta Kakek Tua

Pagi itu klinik sangat sibuk. Sekitar jam 9:30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu-jarinya.. Aku menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu, sebab semua dokter masih sibuk, mungkin dia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi.

Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah, sebentar-sebentar melirik ke jam tangannya. Aku merasa kasihan. Jadi ketika sedang luang aku sempatkan untuk memeriksa lukanya, dan nampaknya cukup baik dan kering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, aku putuskan untuk melakukannya sendiri.

Sambil menangani lukanya, aku bertanya, "Pak, Maaf apakah anda punya janji lain? Bapak tampak terburu-buru..." kataku mengakrabkan diri pada kakek tua itu.

Lelaki tua itu tersenyum " Sebenarnya tidak, ini adalah waktunya untuk makan siang bersama istriku "

Kemudian dia bercerita bahwa itu adalah kebiasaannya setiap hari. Dia juga berceritakan bahwa istrinya 1 minggu sekali harus diterapi karena mengidap penyakit Alzheimer.

"Apakah istri Bapak akan marah kalau kakek datang terlambat?" Tanyaku lagi

"Istriku sudah tidak lagi dapat mengenaliku sejak 5 tahun terakhir." Katanya sambil menghela nafas. matanya sedikit mengembun. kemudian kulhat dia mengusap matanya.

Aku sangat terkejut dan berkata, “ Dan Bapak masih pergi ke sana setiap hari walaupun istri Bapak tidak kenal lagi?”

Dia tersenyum ketika tangannya menepuk tanganku sambil berkata, “Dia memang tidak mengenali saya, tapi saya masih mengenali dia,‘kan? ”


Aku terus menahan air mata sampai kakek itu pergi, tanganku masih tetap merinding, “Cinta kasih seperti itulah yang aku mau dalam hdupku...”

Aku terharu dan benar-benar iri dengan kakek tua itu dan istrinya

oOo

Bagi anda yang telah menikah : Sudahkan anda tulus mencintai istri/suami anda ?

Buat yang belum menikah : rugi deh ente pade... :)

oOo

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya (sakinah), dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmat..“ (QS Ar-Rum :21 )
»»  Baca selengkapnya...

Dia Mencium Wangi Sorga

Seorang Doktor bercerita kepadaku, "Pihak rumah sakit menghubungiku dan memberitahukan bahwa ada seorang pasien dalam keadaaan kritis sedang dirawat. Ketika aku sampai, ternyata pasien tersebut adalah seorang pemuda yang sudah meninggal - semoga Allah merahmatinya -. Lantas bagaimana detail kisah wafatnya. Setiap hari puluhan bahkan ribuan orang meninggal. Namun bagaimana keadaan mereka ketika wafat? Dan bagaimana pula dengan akhir hidupnya?

Pemuda ini terkena peluru nyasar, dengan segera kedua orang tuanya -semoga Allah membalas segala kebaikan mereka- melarikannya ke rumah sakit militer di Riyadh. Di tengah perjalanan, pemuda itu menoleh kepada ibu bapaknya dan sempat berbicara. Tetapi apa yang ia katakan? Apakah ia menjerit dan mengerang sakit? Atau menyuruh agar segera sampai ke rumah sakit? Ataukah ia marah dan jengkel ? Atau apa?

Orang tuanya mengisahkan bahwa anaknya tersebut mengatakan kepada mereka, ‘Jangan khawatir! Saya akan meninggal ... tenanglah ... sesungguhnya aku mencium wangi surga.!' Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan ia mengulang-ulang kalimat tersebut di hadapan para dokter yang sedang merawat. Meskipun mereka berusaha berulang-ulang untuk menyelamatkannya, ia berkata kepada mereka, ‘Wahai saudara-saudara, aku akan mati, maka janganlah kalian menyusahkan diri sendiri... karena sekarang aku mencium wangi surga.'

Kemudian ia meminta kedua orang tuanya agar mendekat lalu mencium keduanya dan meminta maaf atas segala kesalahannya. Kemudian ia mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, ‘Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah' Ruhnya melayang kepada Sang Pencipta subhanahu wa ta'ala.

Allahu Akbar ... apa yang harus aku katakan dan apa yang harus aku komentari...Semua kalimat tidak mampu terucap ... dan pena telah kering di tangan... Aku tidak kuasa kecuali hanya mengulang dan mengingat Firman Allah subhanahu wa ta'ala, "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat." (Ibrahim : 27)


Tidak ada yang perlu dikomentari lagi.

Ia melanjutkan kisahnya :

"Mereka membawa jenazah pemuda tersebut untuk dimandikan. Maka ia dimandikan oleh saudara Dhiya' di tempat pemandian mayat yang ada di rumah sakit tersebut. Petugas itu melihat beberapa keanehan yang terakhir. Sebagaimana yang telah ia ceritakan sesudah shalat Magrib pada hari yang sama.

1. Ia melihat dahinya berkeringat. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullaah Shallallaahu ‘alahi wasallam bersabda, "Sesungguhnya seorang mukmin meninggal dengan dahi berkeringat". Ini merupakan tanda-tanda khusnul khatimah.

2. Ia katakan tangan jenazahnya lunak demikian juga pada persendiannya seakan-akan dia belum mati. Masih mempunyai panas badan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya semenjak ia bertugas memandikan mayat. Pada tubuh orang yang sudah meninggal itu (biasanya-red) dingin, kering dan kaku.

3. Telapak tangan kanannya seperti seorang yang membaca tasyahud yang mengacungkan jari telunjuknya mengisyaratkan ketauhidan dan persaksiannya, sementara jari-jari yang lain ia genggam.


Subhanalllah ... Sungguh indah kematian seperti itu. Kita memohon semoga Allah subhanahu wa ta'ala menganugrahkan kita khusnul khatimah.
Saudara-saudara tercinta ... kisah belum selesai...

Saudara Dhiya' bertanya kepada salah seorang pamannya, apa yang ia lakukan semasa hidupnya? Tahukah anda apa jawabnya?

Apakah anda kira ia menghabiskan malamnya dengan berjalan-jalan di jalan raya?
Atau duduk di depan televisi untuk menyaksikan hal-hal yang terlarang? Atau ia tidur pulas hingga terluput mengerjakan shalat? Atau sedang meneguk khamr, narkoba dan rokok? Menurut anda apa yang telah ia kerjakan? Mengapa ia dapatkan husnul khatimah (insyaAllah -red) yang aku yakin bahwa saudara pembaca pun mengidam-ngidamkann ya; meninggal dengan mencium wangi surga.

Ayahnya berkata, "Ia selalu bangun dan melaksanakan shalat malam sesanggupnya. Ia juga membangunkan keluarga dan seisi rumah agar dapat melaksanakan shalat Shubuh berjama'ah. Ia gemar menghafal al-Qur'an dan termasuk salah seorang siswa yang berprestasi di SMU."

oOo

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.' Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

(Fushilat:30- 32)
»»  Baca selengkapnya...

Dalam Keremangan Lampu Templok

Mujiati berurai air mata. Ibu Mulyono, siswa kelas III SMUN 2 Pare, Kabupaten Kediri, tak menyangka anaknya telah mencetak prestasi internasional dengan meraih medali perunggu dalam ajang Olimpiade Biologi di Brisbane, Australia. "Mulyono itu sejak umur satu bulan sudah ditinggal ayahnya yang meninggal karena kecelakaan," ujarnya, tersendat.

Mujiati sehari-hari bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan buruh tani. Karena keterbatasan itulah, sejak berusia 2 tahun Mulyono harus tinggal dengan neneknya, Kardinem, di sebuah rumah berdinding bambu tanpa listrik. Untuk penerangan di kala belajar, Mulyono memanfaatkan lampu teplok yang terbuat dari kaleng bekas.

Mulyono lahir di pinggiran Kabupaten Kediri yang berdebu dan jalannya belum diaspal, tepatnya Dusun Ngampel Kurung, Desa Srikaton, Kecamatan Papar, Kabupten Kediri. Kini sehari-hari dia tinggal di desa itu bersama neneknya. Ibunya semula bekerja di Surabaya. Jarak antara rumah dan sekolahnya sekitar 25 kilometer --sehari-hari ditempuh dengan menumpang angkutan pedesaan. Sebelum mencapai jalan raya, Mulyono harus mengayuh sepeda pancal sejauh 6 kilometer dari rumah.

Mujiati mengaku kaget putranya menjadi juara internasional, sebab dia sendiri tidak tahu-menahu apa itu biologi, apa itu olimpiade. Sembari mengelap matanya yang berkaca-kaca, Mujiati mengisahkan karena ingin putranya terus sekolah, dia sampai tidak sempat mengurusi rumahnya yang nyaris ambruk.

"Semua caya curahkan untuk biaya sekolah anak saya dan merawat ibu saya yang berumur 100 tahun. Saat pertama masuk SMA, Mulyono sering telepon saya di rumah majikan minta dikirimi biaya. Untuk ongkos naik angkutan ke sekolah saja tiap hari Rp 2.500. Belum seragam, buku, dan yang lain. Untungnya, dia tidak pernah minta yang aneh-aneh. Bahkan uang saku saja tak pernah minta," kata Mujiati sembari mengatakan bahwa sepeda pancal yang dipakai Mulyono untuk mencapai jalan raya, sebelum mencegat mobil ke sekolah, adalah sepeda yang dibelikannya pada saat Mulyono masih duduk di kelas IV SD.

Pengalaman internasional Mulyono sebenarnya bukan hanya di Brisbane. Pada 2003, dia mengikuti kejuaraan serupa di Belarus. Namun, saat itu dia belum berhasil mempersembahkan medali bagi bangsa. Menurut tetangganya, sejak kecil Mulyono memang terlihat memiliki kecerdasan yang lebih dibanding anak-anak sebayanya. Sehari-hari tinggal dengan neneknya yang buta huruf serta fasilitas di bawah standar hidup normal tidak membatasinya untuk giat belajar. Yang lebih memprihatinkan, setiap kali turun hujan, rumahnya bocor di berbagai sudut. Untuk mengamankan buku pelajarannya, Mulyono terpaksa memasukkannnya dalam kantong plastik.

"Sepulang dari Belarus, Mulyono menyimpan uang sakunya saat mengikuti pembinaan di Bandung menjelang dikirim Australia. Uang itu diserahkan kepada ibunya untuk memasang listrik. Jadi, penerangan listrik yang ada di rumahnya sekarang murni dari swadaya Mulyono. Saat itu dia masih kelas II SMA," papar tetangganya, yang berkali-kali menyatakan turut merasa bangga karena anak dari desanya ada yang berhasil menjadi orang pintar.

Keberhasilan Mulyono menjejakkan kaki di Belarus juga membuat Bupati Kediri Sutrisno memerintahkan anak buahnya memperbaiki rumah Mulyono yang nyaris ambruk. Selain itu, Bupati juga meminta Mujiati, ibunda Mulyono, menjadi pembantu rumah tangga di kediaman Bupati hingga sekarang. Dengan perhatian itu, Mujiati tidak lagi membanting tulang sebagai pembantu rumah tangga di Surabaya. Kini setiap saat ia bisa menemui Mulyono dan merawat ibunya yang sudah tua.

Kardinem, nenek Mulyono, menceritakan bahwa cucunya tidak begitu suka bergaul. Dia juga tidak pernah merepotkan orangtua dengan meminta sesuatu yang membutuhkan uang. "Wangsul sekolah nggih sinau (pulang sekolah, ya belajar). Saya tahu persis tabiatnya karena sejak kecil yang merawat adalah saya. Mulyono niko bocahe nrimo, tidak pernah neko-neko," kata Kardinem dengan bahasa Jawa karena sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia.

Isrowiyati, guru SMAN 2 Pare, Kabupaten Kediri, yang menjadi pembimbingnya, mengisahkan, Mulyono merupakan anak yang tidak begitu suka bergaul saat di rumah. Sepulang sekolah ia langsung belajar sendiri tanpa pernah mengikuti les privat. "Kepada saya dia mengaku, kalau keluar rumah paling hanya pada saat salat di musala," kata Isrowiyati.

Isrowiyati menyatakan bahwa semua sivitas akademika SMAN 2 Pare sangat bangga atas prestasi Mulyono. Terlebih, setelah lulus, Mulyono mendapat tawaran langsung dari ITB untuk melanjutkan pendidikan lewat jalur khusus. Saat ini Mulyono sedang mengurus persiapan untuk kuliahnya di Bandung--berbekal keenceran otaknya yang dibangun dari keprihatinan dan keterbatasan ekonomi yang menghimpit keluarganya. (Koran Tempo)
»»  Baca selengkapnya...